30 Mei 2015

MENGAPA HARUS ADA BAZNAS DAN LAZ DI INDONESIA ??

Kamal Ibrahim
Mahasiswa STEI SEBI – Beasiswa Kepakaran SEBI – Dompet Dhuafa


Ambilah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka, Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat
( QS : AT-Taubah : 103 )
Dari ayat Al-Qur’an diatas, maka diharuskan adanya orang yang mengambil harta zakat untuk membersihkan harta para muzakki. Maka dalam hal ini Allah telah menetapkan amil untuk megambil harta yang menjadi hak mustahik dari harta para muzakki. Berbicara tentang amil maka kita harus melihat bagaimana Rasulullah menetapkan seorang amil untuk melakukan penghimpunan zakat dari umat Islam. sejarah mencatat Rasulullah telah mengutus Umar Ibnul-Lutbiah sebagai petugas pemungut zakat[1]. Dalam hal pengelolaan zakat, amil bertugas untuk menghitung wajib zakat, zakat apa saja yang diwajibkan kepada wajib zakat serta mengetahui para mustahik zakat.

Maka sudah sepatutnya pemerintah yang harus turun tangan dalam proses pengumpulan zakat. Dalam konteks ke Indonesiaan saat ini, kita bukanlah negara Islam yang salah satunya mengatur tentang zakat, maka siapakah yang harus mengelola zakat di Indonesia. Namun pemerintah mengakomodir kepentingan masyarakat muslim yang merupakan mayoritas dari penduduk di Indonesia, hal ini terbukti dengan lahirnya UU 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Indoneisa. Undang-undang ini dilahrikan atas desakan masyarakat Islam agar pengelolaan zakat di Indonesia berjalan dengan baik dan dirasakan manfaatnya secara menyeluruh bagi masyarakat Indonesia.
Keunikan di Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara lain adalah adanya dua jenis OPZ yang melakukan pengelolaan zakat di Indonesia. BAZNAS sebagai lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola zakat di Indonesia hal ini tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2011 pasal 5 ayat 1 “ Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS dan pasal 6 “ BAZNAS  merupakan  lembaga  yang  berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Di sisi lain pemerintah memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendirikan OPZ  atau lebih sering dikenal dengan Lembaga Amil Zakat hal ini juga tertuang dalam UU 23 Tahun 2011 pasal 17 “ Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ ”. Kedua OPZ tersebut diberikan mandat oleh pemerintah dalam hal mengelola dana zakat di Indonesia.
Pertanyaannya mengapa harus ada BAZNAS dan LAZ dalam melakukan pengelolaan zakat di Indonesia, karena menurut sejarah rasulullah atau pemerintah yang harus melaukan pengumpulan zakat. Pertanyaan ini sering muncul di permukaan tentang siapa yang seharusnya mengelolaa zakat di Indonesia. Penulis mencoba memberikan penjelasan tentang hal tersebut dan hikmah dari adanya BAZNAS dan LAZ di Indonesia. Melihat dari sejarah pengumpulan zakat di Indonesia sendiri diawalai dari pergerakan masyarakat dalam pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh lembaga amil zakat telah ada di zaman penjajahan Hindia Belanda, yaitu dengan pengambilan zakat yang dilakukan oleh petugas keagamaan formal yang diangkat pemerintah seperti penghulu dan naib. Namun pada tahun 1905 Hindia Belanda dengan tegas melarang penghimpunan zakat ( Kemenag, 2013 ). Pengelolaan zakat pada masa Jepang dilakukan oleh Istitusi Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang salah satu tuganya adalah pembentukan Baitul Mal sebagai sarana pengorganisasian pengelolaan zakat ( Benda, 1958 ). Dan sampai akhirnya MIAI dibubarkan oleh Jepang pada 24 Oktober 1943, sejak saat itu agenda optimalisasi pengelolaan zakat kembali terabaikan ( Budiman, 2005 ).
Berikutnya ditahun 1960an munculah BAZIS di tiap daerah karena belum adanya kejelasan peraturan dari pemerintah pusat. Dan masyarakat juga mulai medirikan OPZ seperti BAMUIS BNI dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah. Dan pada tahun 1990an muncullah organisasi pengelola zakat yang mengusung pendekatan professional dalam melakukan pengelolaan dana zakat[2]. Dan baru tahu 1999 pemerintah menegluarkan UU No. 38 Tahun 199 yang saat ini telah diganti dengan UU No. 23 Tahun 2011. Dengan sejarah yang begitu panjang telah terlihat bahwasannya perkembangan zakat di Indonesia berupa bottom up bukan top down.
Maka peran masyarakat sangat sulit dihilangkan dalam hal pengelolaan zakat di Indonsesia, namun pada[3] ayat khudz min amwalihim adalah kalimat perintah, amar. Berarti mukhatab-nya, ada orang yang diperintahkan untuk mengambil zakat. Pada saat itu yang ditugaskan adalah pemimpin yaitu Rasulullah, namun karena kesibukan dari Rasulullah maka beliau mengutus orang untuk mengambil zakat. Maka bisa kita pahami saat ini pemerintah yang tidak menganut sistem islam dan ketidak mampuannya dalam mengelola dibolehkan untuk memberikan mandat bagi BAZNAS dan LAZ dalam pengelolaan zakat di Indonesia melalui UU. 23 Tahun 2011. Dalam hadist lain menjelaskan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (BUKHARI – 6015).
Dalam hadist tersebut bahwa kita harus memberikan suatu amanah kepada ahlinya, apalagi dalam hal zakat yang termasuk rukun islam. Di Indonesia sudah banyak masyarakat yang memiliki keahlian lebih dibandingkan pemerintah dalam hal pengelolaan zakat. Maka dengan adanya LAZ yang didirkan oleh masyarakat bisa membantu penghimpunan zakat di Indonesia. Sehingga perpaduan antara pemerintah dan masyarakat, hal ini dirasa lebih ideal untuk pengelolaan zakat di Indonesia, pemerintah tidak mengusai semua dan masyarakat tidak menguasi semua. Wallahu’alam 


[1] Hukum Zakat : DR. Yusuf Qardhawi, Hlm : 545 -546
[2] Cetak Biru Pengembangan Zakat Indonesia 2011 – 2025, FOZ. Hlm : 7 - 8
[3] Cetak Biru Pengembangan Zakat Indonesia 2011 – 2025, FOZ. Hlm : 14

0 komentar: