31 Julie 2015

REFLEKSI HARI ZAKAT NASIONAL BAZNAS KOTA DEPOK

                                                             Kamal Ibrahim
( Aktivis Kelompok Kepakaran Ekonomi Islam STEI SEBI & Dompet Dhuafa)

Di Indonesia, bulan Ramadhan identik dengan “bulan zakat”. Pada masa ini, hampir semua lembaga zakat melakukan kampanye yang massif untuk menggalang dana zakat dan kedermawanan Islam lainnya. Hampir di setiap sudut kota, mulai dari jalan raya hingga gang-gang sempit, terpampang ajakan berzakat melalui berbagai lembaga. Ada yang sekedar menggunakan spanduk kain biasa, namun tak sedikit pula yang majang melalui papan reklame berbayar (billboard).

Entah mengapa kampanye zakat sangat massif di bulan Ramadhan. Padahal hanya zakat fitrah yang wajib dikeluarkan saat bulan Ramadhan. Sementara zakat maal, waktu pengeluarannya harus sesuai dengan haul-nya, yaitu masa ketika harta wajib dikeluarkan zakatnya, baik satu tahun atau saat panen untuk zakat pertanian. Mungkin, umat Islam Indonesia terlanjur meyakini, setiap amal baik yang dilakukan pada bulan Ramadhan akan mendapat ganjaran yang berlipat. Demikian halnya dengan zakat. Cara pandang ini sepertinya yang ingin dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga pengelola zakat.
Cara dan metode “memasarkan diri” lembaga zakat ini pun sangat beragam. Mulai dari direct marketing melalui relawan yang disebar ke pusat-pusat perbelanjaan, hingga iklan di tv komersil. Ada yang menonjolkan program-program unggulannya, ada pula yang sekedar menampilkan nomor telpon dan rekening.
Tentu saja kita mengapresiasi “dakwah” para lembaga zakat ini. Bagaimana pun yang mereka lakukan merupakan bagian dari penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya berzakat. Terbukti, hampir setiap tahun tren pertumbuhan zakat secara nasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun, lembaga zakat tidak boleh hanya “jor-joran” dalam penghimpunan (fundraising), tapi menomorduakan pendayagunaan. Di saat yang bersamaan, manajeman pengelolaan dan transparansi—baik program maupun keuangan—juga harus diperhatikan.
Data yang pernah dilansir Islamic Development Bank menyebutkan, potensi zakat di Indonesia bisa mencapai Rp 217 triliun. Namun, sejauh ini potensi yang berhasil diraup (yang tercatat secara nasional melalui lembaga resmi), baru mencapai 1 persennya. Bahkan jika ditambah dengan zakat yang dihimpun, dikelola, dan disalurkan secara tradisional pun, paling besar hanya 5 % dari potensi yang ada. Jika kita hanya mengandalkan momentum Ramadhan, rasanya sulit bisa mengoptimalkan potensi yang ada.
Di tengah masyarakat yang semakin kritis, prinsip-prinsip good governance—seperti transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme—adalah harga mati bagi lembaga pengelola zakat untuk meraih kepercayaan masyarakat. Jika semua lembaga zakat bisa menjaga kepercayaan, bukan tidak mungkin masyarakat akan berduyun-duyun menunikan zakatnya melalui lembaga zakat yang ada. Dengan demikian, potensi yang sangat besar itu bisa tergarap dengan optimal. Yang lebih penting lagi, program-program penanganan kemiskinan bisa dikelola lebih sistematis dan terarah. Karena biasanya lembaga zakat memiliki program yang terencana dengan baik untuk memberdayakan masyarakat dhuafa.
Dukungan dan perhatian pemerintah terhadap pengembangan zakat di Indonesia sebenarnya sudah cukup baik, meski dalam regulasi yang dibuatnya masih terdapat beberapa kelemahan. Dukungan pemerintah juga terlihat dari ditetapkannya 27 Ramadhan sebagai Hari Zakat Nasional. Dukungan ini semestinya menjadi motivasi tersendiri bagi lembaga (swasta) maupun badan (pemerintah) amil zakat. Jangan sampai mengelola dana umat ini hanya dijadikan pekerjaan sambilan atau musiman.
Di Kota Depok sendiri, sudah terdapat BAZNAS Kota Depok. Namun, sebagai warga Depok, saya masih belum merasakan keberadannya di tengah masyarakat Kota Depok. Baik dari penghimpunan maupun program penyalurannya. Jika kita melihat pergerakan dan perputaran ekonomi di Dpok, potensi dana zakat yang ada di Depok cukup besar. Namun, BAZNAS Kota Depok belum bisa menggarapnya dengan maksimal. Para pengurus harus “menggenjot” kembali aktivitas organisasi agar menghasilkan kinerja yang lebih baik. Karena BAZNAS Kota Depok memiliki kekuatan dalam pengelolaan zakat di Kota Depok dengan didukung UU, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama, serta SK Walikota Depok.
Momentum Ramadhan harus menjadi titik balik bagi BAZNAS Kota Depok. Gerakan Zakat Nasional pada tanggal 27 Ramadhan menjadi refleksi dari pengelolaan zakat di Indonesia, khususnya di Kota Depok. Zakat, sebagaimana merujuk pendapat DR. Yusuf Qardhawi, memiliki dampak positif yang sangat besar, baik bagi si pembayar (muzakki) dan juga dampak sosial. Ibadah zakat tidak saja berdimensi vertikal, melainkan horizontal. Di sana hablum minannas lebih dominan dibanding hablum minallah. Jika BAZNAS Kota Depok bisa memaksimalkan potensi zakat yang ada, bukan tidak mungkin program-program pemerintah yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan memiliki daya gedor yang dahsyat



0 komentar: